Scroll untuk baca artikel
Seedbacklink affiliate
Nasional

Muhammadiyah Belum Minat Dirikan Bank Umum Syariah, Ini Alasannya!

8
×

Muhammadiyah Belum Minat Dirikan Bank Umum Syariah, Ini Alasannya!

Sebarkan artikel ini

Jakarta, ekispedia.id – Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menegaskan belum akan tergesa-gesa mendirikan Bank Umum Syariah (BUS), meskipun ada dorongan dari berbagai pihak. Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abbas, mengungkapkan bahwa syarat modal sebesar Rp10 triliun dan kompleksitas manajerial yang tinggi dinilai tidak sebanding dengan manfaat yang akan diterima oleh umat.

“Modalnya Rp10 triliun menurut saya tidak fair. Kalau UUS (Unit Usaha Syariah) bisa Rp3 triliun, kok konversi BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah) harus Rp10 triliun?” ujar Anwar dalam wawancara bersama Republika di Gedung PP Muhammadiyah Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (18/7).

Fokus pada Penguatan BPRS, Bukan Konglomerasi

Muhammadiyah saat ini memiliki jaringan BPRS yang kuat dan tersebar di berbagai wilayah. Salah satu yang terbaru adalah Bank Syariah Matahari, hasil konversi dari BPR konvensional yang telah berdiri sejak 1991. Bank ini diposisikan bukan hanya sebagai lembaga keuangan, tetapi juga simbol perjuangan ekonomi umat.

Nama “Matahari” sendiri merujuk pada simbol Persyarikatan Muhammadiyah, seperti yang diungkapkan Anwar Abbas.

“Matahari itu simbolnya Muhammadiyah. Dalam mars kita disebut: ‘Sang Surya tetap bersinar… menuju masyarakat utama, adil dan makmur’. Itu bukan sekadar lambang, tapi visi. Menyinari dari bawah, dari akar umat,” jelasnya.

Anwar menegaskan bahwa mendirikan BUS dengan orientasi konglomerasi berisiko menanggalkan misi melayani sektor riil dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

“Kalau BUS besar, pasti akan kejar usaha besar. Sementara usaha kecil jadi tidak terurus,” tambahnya.

Ia juga menyoroti Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yang membatasi kemampuan BUS dalam mendukung pembiayaan Muhammadiyah, yang mencapai sekitar Rp5 triliun per tahun. Selain itu, pembentukan BUS belum tentu memberikan keuntungan langsung bagi persyarikatan.

“Kalau BPRS-BPRS bergabung, duitnya bertambah. Tapi tak bisa diambil. Dividen juga tidak langsung dirasakan,” tuturnya.

Regulasi OJK dan Dukungan untuk BPRS

Meskipun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong penguatan industri keuangan syariah melalui POJK Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tata Kelola Syariah bagi BUS dan UUS, Anwar Abbas menilai semangat regulasi harus diimbangi keberpihakan pada entitas kecil seperti BPRS.

“Kalau aturannya hanya berpihak pada yang besar, siapa yang bela rakyat? BPRS ini jangkar ekonomi rakyat,” tegasnya.

Ia mendesak OJK untuk tidak hanya mendorong merger dan pembentukan bank besar, tetapi juga mendukung inisiatif akar rumput dengan membantu permodalan BPRS.

Saran Jusuf Kalla dan Konsolidasi Internal

Mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla, juga telah menyarankan Muhammadiyah untuk tidak mendirikan bank sendiri, melainkan menjalin kerja sama strategis dengan bank yang sudah ada.

“Pak JK bilang, lebih baik kerja sama. Kelola bank itu tidak gampang. Kalau kredit macet, siapa tanggung?” ujar Anwar.

Meski demikian, animo warga Muhammadiyah terhadap bank syariah milik sendiri disebut sangat tinggi.

“Desakannya luar biasa. Saya malah capek. Tapi semangat itu jangan sampai bikin kita lupa hitung-hitungan,” tambahnya.

Saat ini, Muhammadiyah fokus pada konsolidasi internal BPRS-BPRS miliknya, termasuk merger dua BPRS di Yogyakarta dan Semarang dengan total aset hampir Rp500 miliar. Strategi ini dianggap lebih realistis ketimbang mendirikan BUS baru dari nol.

“Kalau sudah bagus, biasanya yang lain ikut. Saya maunya bertahap. Kita kuatkan dari bawah dulu,” ungkap Anwar.

Sebagai informasi, Bank Syariah Matahari telah resmi memperoleh izin operasional dari OJK pada 18 Juni 2025.

PP Muhammadiyah pun telah mengimbau seluruh unsur persyarikatan untuk memberikan dukungan penuh.

Anwar Abbas menjelaskan bahwa imbauan ini tidak berarti Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) harus menarik dananya dari bank-bank syariah mitra yang selama ini sudah bekerja sama, melainkan untuk turut memperhatikan keberadaan bank milik Muhammadiyah sendiri.