Scroll untuk baca artikel
Seedbacklink affiliate
KolumnisTokoh

Negara Semakin Memiskinkan Rakyatnya: Peringatan Ibnu Khaldun dan Solusi Ekonomi Syariah

21
×

Negara Semakin Memiskinkan Rakyatnya: Peringatan Ibnu Khaldun dan Solusi Ekonomi Syariah

Sebarkan artikel ini

Jakarta, ekispedia.id – Ketika sebuah negara semakin menggantungkan keberlangsungan fiskalnya pada pungutan dari rakyat, dari penghasilan, transaksi jual beli, hingga aktivitas digital, kita patut merenung: apakah ini jalan menuju kemakmuran atau justru tanda-tanda kejatuhan?

Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat Indonesia menyaksikan bertambahnya jenis dan cakupan pajak yang harus ditanggung. Mulai dari kenaikan PPN, pajak e-commerce, pajak hiburan, pajak transaksi kripto, hingga pajak karbon dan cukai untuk kebutuhan pokok. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendalam:

Apakah pemerintah benar-benar sedang berusaha memperkuat ekonomi nasional, atau justru menekan daya hidup masyarakat?

Ibnu Khaldun dan Pajak: Sebuah Peringatan Kuno yang Relevan

Ilustrasi wajah Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun, sejarawan dan filsuf Muslim terkemuka abad ke-14, dalam karya monumentalnya Muqaddimah, menuliskan bahwa salah satu tanda kehancuran sebuah negara adalah ketika pemimpin dan penguasanya semakin serakah menarik pajak dari rakyatnya.

Menurut Ibnu Khaldun, ketika negara baru berdiri, pajak yang dipungut sedikit namun cukup karena produktivitas masyarakat tinggi. Namun seiring waktu, saat para penguasa mulai boros, anggaran membengkak, dan solusi yang diambil adalah menambah pajak. Akibatnya, rakyat menjadi tertekan, ekonomi melemah, produktivitas turun, dan negara memasuki fase stagnasi bahkan kehancuran.

Realitas hari ini tampak mencerminkan siklus tersebut. Ketika pemerintah kesulitan menutup defisit APBN, pilihan yang diambil adalah memperluas basis pajak. Namun beban ini justru menggerus daya beli rakyat kecil dan pelaku usaha mikro. Ketimpangan pun semakin menganga.

Pajak yang Memberatkan: Ancaman bagi Keberlangsungan Negara

Ketika hampir semua lini kehidupan rakyat dikenai pajak, maka fungsi pajak sebagai alat pemerataan justru berubah menjadi alat pemiskinan. Negara seolah hadir bukan untuk mengayomi, tetapi memungut. Akibatnya:

1. Daya beli masyarakat menurun

Pajak yang tinggi terhadap konsumsi dan jasa hiburan menekan kelas menengah dan bawah yang menjadi tulang punggung konsumsi domestik.

2. Investasi melemah

Ketika pajak terlalu agresif, investor enggan menanam modal jangka panjang. Mereka khawatir ketidakpastian fiskal dan beban regulasi.

3. Ekonomi informal meningkat

Untuk menghindari pajak, banyak pelaku usaha memilih tidak terdaftar, sehingga penerimaan negara pun tidak optimal dan kualitas data ekonomi memburuk.

Solusi dari Perspektif Ekonomi Syariah

Ekonomi syariah bukan sekadar sistem keuangan bebas riba, tetapi sebuah paradigma keadilan dan keseimbangan. Dalam konteks pajak yang memberatkan, ekonomi syariah menawarkan alternatif yang lebih berkeadilan:

1. Optimalisasi Zakat dan Wakaf

Zakat adalah kewajiban spiritual dan sosial umat Islam yang berfungsi sebagai instrumen distribusi kekayaan.

Jika dikelola serius dan transparan, zakat mampu menjadi solusi bagi kemiskinan dan pembiayaan sosial, mengurangi ketergantungan negara terhadap pajak konsumtif.

2. Penerapan sistem baitul mal yang profesional

Baitul mal dalam sejarah Islam bukan hanya tempat menampung harta umat, tetapi juga lembaga fiskal negara yang bisa menjadi penyangga fiskal dalam situasi darurat tanpa membebani rakyat secara berlebihan.

3. Larangan terhadap pajak berlipat dan eksploitatif

Dalam prinsip syariah, negara boleh memungut dana dari rakyat, tetapi tidak dalam bentuk yang melemahkan produktivitas dan menzalimi. Pajak tidak boleh melampaui batas kebutuhan dan harus didasarkan pada maslahat umum, bukan pemborosan elite.

4. Pembangunan berbasis produktivitas, bukan eksploitasi fiskal

Negara semestinya mendorong sektor riil, industri halal, pertanian, dan UMKM sebagai pilar ekonomi. Bukan hanya memperbesar pendapatan dari pungutan, tetapi memperkuat basis produksi masyarakat.

Belajar dari Sejarah, Membangun Masa Depan

Ungkapan Ibnu Khaldun sejatinya adalah cermin sejarah yang sangat relevan untuk masa kini.

Ketika pajak bertambah dan beban rakyat semakin berat, itu bukanlah tanda negara kuat, melainkan tanda bahwa fondasi ekonomi sedang keropos.

Negara yang ingin langgeng tidak boleh hanya menagih dari rakyatnya, tetapi harus hadir memberi solusi yang adil dan manusiawi.

Ekonomi syariah dengan nilai-nilai keadilan, keberkahan, dan solidaritas sosial, memberikan jalan keluar bagi bangsa yang ingin lepas dari jebakan ekonomi eksploitatif menuju kemakmuran hakiki.