EkonomiPolitik

Menjamurnya UMKM Bukti Pemerintah Gagal Ciptakan Lapangan Kerja Layak

1
×

Menjamurnya UMKM Bukti Pemerintah Gagal Ciptakan Lapangan Kerja Layak

Sebarkan artikel ini

ekispedia.id – UMKM di Indonesia dalam beberapa tahun belakangan meningkat dengan pesat. UMKM dianggap sebagai tulang punggung ekonomi Indonesia karena pengaruhnya terhadap ekonomi Indonesia. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia mencatat 60,51 persen PDB Indonesia berasal dari UMKM. Bahkan 97% tenaga kerja penduduk Indonesia diserap oleh sektor UMKM. UMKM dianggap sudah teruji kehandalannya karena bisa membantu bertahan dari berbagai krisis salah satunya krisis multidimensi akibat Covid-19. Namun dibalik menterengnya kiprah UMKM ada realitas yang banyak orang khususnya pemerintah abai: pesatnya pertumbuhan jumlah UMKM bukan menunjukkan ekonomi Indonesia yang sehat. Fenomena ini ada karena gagalnya pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja untuk masyarakat Indonesia.

Jika ditelaah lebih lanjut, menjamurnya usaha mikro seperti warung kelontong atau sejenisnya bukan karena pemiliknya memiliki minat atau visi sebagai entrepreneur. Hal ini dikarenakan memang tidak ada lagi lapangan pekerjaan yang bisa mereka dapatkan. Mereka membuka usaha karena tuntutan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat. Jadi semakin banyaknya UMKM bukan berarti meningkatnya ekonomi masyarakat, namun hanya menambah faktor pembagi sedangkan kue ekonomi tidak bertambah besar. Ibarat satu kue yang sebelumnya dibagi lima, saat ini dibagi 10 maka jatah setiap orang semakin kecil. Semua ini adalah konsekuensi dari gagalnya pemerintah dalam memenuhi janjinya untuk menciptakan lapangan kerja sebesar-besarnya.

UMKM yang baik tumbuh dikarenakan adanya peluang usaha yang bisa dimanfaatkan. Akan tetapi UMKM di Indonesia lebih banyak didasari oleh kebutuhan untuk bertahan hidup daripada alih-alih atas dasar ide untuk berkembang. Keterbatasan lapangan kerja formal menjadikan kelompok usia produktif terpaksa berwirausaha dengan kondisi modal dan kemampuan yang terbatas. Ditambah prospek keberlanjutan yang sangat tidak menentu menambah semrawutnya kondisi UMKM di Indonesia.

BPS merilis data pada tahun 2023 bulan Agustus angka Tingkat Pengangguran Terbuka sejumlah 7,86 juta orang atau 5,32 persen. Akan tetapi jika kita memasukkan orang-orang yang bekerja di sektor informal karena mereka adalah tenaga kerja dengan pendapatan rendah dan minim perlindungan kesehatan dan kesejahteraan. Angka ini harusnya jauh lebih besar lagi agar kita bisa melihat secara objektif sampai mana pemerintah berhasil menekan angka pengangguran di Indonesia.

Sebagian besar UMKM di Indonesia dibangun dengan modal yang sangat terbatas. Walaupun bantuan yang diberikan pemerintah bermacam-macam salah satunya KUR, akan tetapi di lapangan tidak berjalan sebagaimana yang direncanakan. Bantuan pemerintah menuntut adanya agunan dan berbagai syarat administrasi membuat UMKM tidak dapat lolos pembiayaan. Banyak pelaku UMKM terpaksa meminjam dari pinjaman online berbunga tinggi yang membuat mereka masuk ke dalam lingkaran utang yang tidak ada habisnya.

Di kala UMKM tidak dapat memanfaatkan akses modal tersebut, justru perusahaan skala besar yang memanfaatkan peluang tersebut. Pada tahun 2023 sebesar Rp. 7.044 triliun kredit perbankan yang dikeluarkan, namun UMKM hanya mendapat 18 persen saja. Selebihnya dinikmati oleh perusahaan besar yang hanya menyerap 3% tenaga kerja nasional. Ini yang membuat UMKM semakin lemah karena harus bersaing dengan perusahaan-perusahaan bermodal besar, seperti marketplace yang menerapkan strategi bakar uang agar tercipta perang harga yang tidak adil. UMKM dengan modal minim tentu bukan lawan setara perusahaan dengan modal usaha berlimpah. Di tengah persaingan yang ketat, kondisi UMKM sulit bertumbuh menjadikan lapangan kerja yang diciptakan oleh UMKM tidak mampu memberikan jaminan kesejahteraan bagi pekerjanya.

Di tengah keruwetan itu, pemerintah seringkali mengeluarkan kebijakan yang bersifat jangka pendek yang tidak mampu menyelesaikan substansi masalah perekonomian masyarakat. Beberapa kebijakan seperti BLT UMKM, KUR dan pelatihan keterampilan wirausaha tidak akan efektif manakala daya beli masyarakat lemah ditambah kondisi kompetisi yang tidak sehat antara UMKM dan perusahan besar. Kompetisi yang tidak imbang menjadikan UMKM tertinggal dari negara lain asean dalam hal kontribusi ekspor. UMKM Indonesia hanya menyumbang 15 persen dari total ekspor Indonesia. Ketimpangan ini yang pada akhirnya menjadikan Indonesia terperangkap dalam status negara berkembang yang tidak bisa meningkat menjadi negara maju.

Berkembangnya jumlah UMKM di Indonesia memang berkontribusi pada ketahanan ekonomi Indonesia akan tetap juga menjadi bukti gagalnya pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja formal yang layak. Jika kondisi ini tidak berubah melalui terciptanya lapangan kerja yang berkualitas maka ekonomi Indonesia akan didominasi oleh sektor informal yang tidak mampu memberikan jaminan kesejahteraan jangka panjang bagi pekerjanya. Pemerintah harus mampu mencari jalan keluar melalui kebijakan yang lebih substansial daripada hanya fokus pada pencitraan agar terpilih kembali pada pemilu berikutnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *