Jakarta, ekispedia.id – Pendirian Bank Syariah Muhammadiyah (BSM) mendapat sorotan dari kalangan akademisi. Pakar ekonomi Universitas Andalas, Syafrudin Karimi, mengingatkan agar proyek besar ini tidak mengulang kegagalan dalam tata kelola kelembagaan ekonomi umat yang selama ini menjadi batu sandungan bagi perkembangan bank-bank syariah berbasis komunitas.
“Tantangan konsolidasi memang nyata, tetapi bukan berarti tidak dapat diatasi,” ujar Syafrudin kepada awak media, Jumat (4/7).
Syafrudin menekankan bahwa keberhasilan BSM sangat bergantung pada mekanisme tata kelola yang profesional dan akuntabel. Ia mengingatkan bahwa model pendirian BSM, yang dilakukan melalui transformasi BPRS Matahari Artha Daya milik Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka (Uhamka) serta melibatkan 16 BPRS lain sebagai pemegang saham, bisa memunculkan potensi konflik kepentingan dan fragmentasi jika tidak dikelola secara transparan dan berbasis visi bersama.
“Potensi konflik antar-BPRS dapat diminimalkan jika proses konsolidasi dilakukan secara profesional dan dilandasi komitmen kolektif untuk membangun kekuatan ekonomi umat,” tegasnya.
Ia juga menggarisbawahi bahwa kelemahan koordinasi dan kurangnya pengawasan internal selama ini menjadi penyebab utama gagalnya banyak lembaga ekonomi berbasis komunitas. Meski demikian, ia optimistis Muhammadiyah mampu menjawab tantangan tersebut.
“Muhammadiyah punya keunggulan struktural. Organisasinya mapan, sistem koordinasinya kuat, dan tradisi musyawarahnya menjadi modal penting dalam mengelola perbedaan,” jelas Syafrudin.
Sementara itu, Wakil Ketua Majelis Ekonomi, Bisnis, dan Pariwisata PP Muhammadiyah, Mukhaer Pakkanna, menegaskan bahwa BSM bukan hasil merger seluruh BPRS milik Muhammadiyah.
“Yang ditransformasi itu hanya BPRS milik Uhamka, bukan merger. Sudah disetujui OJK, dan nantinya BPRS lain akan masuk sebagai pemegang saham,” terang Mukhaer.
Ia menjelaskan, skema tersebut akan menciptakan kekuatan kolektif antar-BPRS tanpa kehilangan identitas dan independensi masing-masing lembaga. “Bukan dimerger, tapi mereka akan melebur dalam satu kepemilikan saham,” tambahnya.
Dari sisi regulator, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan bahwa izin operasional BSM akan segera terbit. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa proses perizinan telah berada pada tahap akhir.
“Iya, sudah dalam proses. Mungkin dalam sebulan ini izinnya sudah keluar,” ungkap Dian kepada awak media.
Dian menjelaskan bahwa pendirian BSM akan dimulai dari transformasi BPRS Uhamka sebagai prototipe awal, yang kemudian akan dikembangkan secara bertahap dari segi permodalan hingga menjadi bank umum di masa mendatang.
Sebagai penutup, Syafrudin menekankan bahwa pendirian BSM merupakan lebih dari sekadar konsolidasi keuangan. Ini adalah momentum strategis untuk memperbaiki sistem ekonomi umat.
“Dengan kepemimpinan kolektif dan tata kelola yang akuntabel, Muhammadiyah berpeluang menjadikan BSM sebagai model kelembagaan ekonomi berbasis nilai Islam yang unggul di tingkat nasional,” tandasnya.